Selasa, 30 April 2013

Wedha Abdul Rasyid: Pembuat Aliran WPAP (Wedha?s Pop Art Potrait)





Wedha Abdul Rasyid: Pembuat Aliran WPAP (Wedha?s Pop Art Potrait) 

Buat kamu yang pernah muda di era tahun 1980 dan 1990-an pasti kenal dengan yang namanya Lupus, tokoh fiksi karangan Hilman Hariwijaya, salah seorang penulis ternama pada masa itu. Pada awal kemunculannya, lupus adalah sebuah cerpen yang ditulis Hilman untuk majalah Hai di tahun 1986.
Cerpen Lupus ternyata mendapat respons yang sangat bagus di kalangan remaja karena ceritanya yang lucu dengan karakter-karakter yang unik. Lupus kemudian dijadikan novel yang membuatnya terkenal hingga ke seantero Indonesia bahkan sampai dengan saat ini.
Membahas tentang Lupus, rasanya tidak afdhol kalau tidak memperkenalkan sang illustrator yang telah menghadirkan Lupus secara visual ke pembaca. Beliau adalah Wedha Abdul Rasyid, seorang illustrator di majalah remaja  Hai yang juga sering disebut-sebut sebagai Bapak Illustrator Indonesia karena kontribusi dan karya-karyanya di bidang illustrasi dan seni rupa.
Profesi sebagai illustrator sudah dikerjakan Wedha yang malang melintang di media cetak sejak tahun 1970-an. Mulai 1977, ketika bergabung dengan majalah Hai, ia banyak membuat ilustrasi terutama karya-karya fiksi Arswendo Atmowiloto dan Hilman dengan Lupus-nya yang fenomenal. Di majalah itulah Wedha mengerjakan potret para tokoh dunia dari segala latar belakang: tokoh politik, musisi, seniman, sampai tokoh-tokoh fiktif.
Pada tahun 1990, Wedha kemudian memulai style baru untuk illustrasi gambar wajah. Hal ini menurutnya dikarenakan penurunan daya penglihatan karena usia yang telah mencapai 40 tahun sehingga ia sulit menggambar wajah dalam bentuk yang realistis dan detail. Wedha kemudian mencoba illustrasi bergaya kubisme untuk gambarnya. Gaya ini kemudian tumbuh dan semakin populer sebagai bagian dari gaya popart bahkan hingga dengan saat ini. Gaya illustrasi ini disebut Wedha?s Pop Art Potrait (WPAP), bahkan ada yang menyebutnya sebagai aliran Wedhaism.
Lihat karya-karya Wedha. Bentuk dan tekniknya khas, ia gambarkan wajah para tokoh itu disusun dalam mosaik warna yang dipecah menurut faset-fasetnya. Bukan dalam pengertian kubisme, tapi lebih menggabungkan ragam warna yang harmonis sehingga membentuk tokoh yang digambarkan. Meski karyanya tidak detail, namun mampu mewakili karakter wajah dengan sangat baik.
Anda akan dapat mengenali wajah-wajah mendunia, seperti Mick Jagger, Jimmy Hendrix, Jim Morrison, The Beatles, Elvis Presley, Sting, Bono, Queen, sampai tokoh politikus sebut saja JFK, Bung Karno, Indira Gandhi, Benazir Buttho, Fidel Castro, Ahmadinejad. Juga potret Rendra, Slank, Jakob Oetama, John Lennon sampai Andy Warhol. Setelah 30 tahun berkiprah dalam dunia ilustrasi Wedha mengakhiri masa kerjanya di Kompas Gramedia.
Sumber: dgi Indonesia, DesainStudio


Cara membuat file setup installer di Visual Basic


Cara membuat file setup installer di Visual Basic

Seiring dengan perkembangan teknologi pemograman database, semakin hari semakin banyak aplikasi database yang dibangun, baik oleh programer yang maih pemula maupun programer yang sudah profesional.
Dalam membuat aplikasi yang terintegrasi perlu adanya penggabungan antara aplikasi yang dibuat dengan bahasa pemrograman tertentu dengan file runtime library bahasa pemrograman tersebut.


Menjadi tidak efektif dan keamanan program tidak terjamin kalau antara program aplikasi dan runtime library didistribusikan dengan cara copy/paste dari komputer satu ke komputer lain.


Inno Setup adalah installer untuk aplikasi yang bekerja dilingkungan Windows yang bebas digunakan (freeware) oleh siapa saja tanpa harus membayar lisensi.
Nama ?Inno Setup dibangun dari kata Innovative setup dan yang dipilih sendiri oleh penciptanya yaitu Jordan Russell. Produk Inno Setup pertama dirilis tahun 1997 yang terus dikembangkan hingga saat ini telah ersedia Inno Setup versi 5.4.3 Full Version yang dirilis tanggal 21 Desember 2012.


Inno Setup adalah installer sederhana tetapi mempunyai kemampuan yang luar biasa dalam mendistribusikan berbagai aplikasi yang dibuat dari berbagai bahasa pemrograman, misalnya Visual Foxpro, Visual Basic, Delphi, dll. Disamping itu Inno Setup merupakan sarana pembuat CD instalasi berbasis (script-based) yang mudah dipelajari dan digunakan sekalipun oleh seorang programer pemula, dan mendukung semua versi Windows 32bit (Win9x/Me/2000/XP/NT4.0/). Serta pada Versi ini dapat mendukung Windows XP |Server 2003 | Vista |Server 2008 | Win 7.


Berbagai tool yang dibuat oleh pihak ketiga telah melengkapi produk ini, yang salah satunya adalah ISTool, yang menyediakan fasilitas GUI untuk pemeliharaan Script Inno Setup yang kita buat.

NEW UPDATE Inno Setup 5.4.3 

File Name : isetup-5.4.3-unicode.exe
 File Size :2.07 MB Requirements :
Windows XP |Server 2003 | Vista |Server 2008 | Win 7
 

Senin, 29 April 2013

Sejarah Panjang Penemuan WPAP

Sejarah Panjang Penemuan WPAP

   Gaya ini saya mulai pada sekitar tahun 1990-1991. Memasuki usia 40 tahun, terlahir 10 Maret 1951, ketika itu saya sudah merasakan menurunnya fungsi mata saya. Ditambah lagi sebagai seorang yang kurang sekali mengindahkan gaya hidup sehat, saya mulai merasa terlalu cepat lelah. Kendala fisik itu mulai mengganggu setiap kali saya harus menyelesaikan gambar, apalagi gambar sosok manusia realis yang menurut saya bertingkat kesulitan paling tinggi. Memilih dan mencampur warna menjadi hal yang menyulitkan. Kemiripan warna kulit manusia, kehalusan goresan, menjadi sesuatu yang mahal buat saya.
Dalam keadaan seperti itulah kemudian saya mulai memikirkan cara melukis atau menggambar wajah manusia dengan cara yang lebih mudah. Cara yang memungkinkan saya menghindarkan diri dari keharusan mengolah warna kulit manusia yang sulit, cara tanpa tuntutan ketrampilan yang memadai untuk memulas.
Saya yang sejak masa sekolah sangat menyukai pelajaran ilmu ukur ruang (stereometri), mulai mengutik-utik masalah titik, garis dan bidang. Mulailah saya membayangkan wajah manusia sebagai kumpulan bidang-bidang datar yang dibentuk oleh garis-garis imajiner.

Cukup panjang proses yang saya lalui sebelum mendapatkan bentuk dan cara membuatnya seperti yang sekarang. Tapi perjalanan itu saya tapaki dengan antusias karena semakin lama perjalanan itu semakin memberi keyakinan akan tercapainya apa yang saya inginkan. Cara memprosesnya juga mengalami perubahan yang signifikan. Cara manual dan cara yang menggunakan komputer. Perlu diketahui, pada waktu itu sekitar tahun 1990-1991, komputerisasi belum merata menjamah majalah tempat saya berkarya. Saya sendiri baru mengenal komputer sekitar tahun 1998.


Di dalam proses manual saya menemukan cara yang mudah dan semakin mudah. Tapi semakin mudah cara yang saya temukan, saya semakin ragu untuk mengatakan bahwa apa yang saya hasilkan ini cukup bernilai untuk disebut sebagai karya seni. Walaupun pada kenyataannya karya saya ini mulai digemari pembaca, bahkan pada beberapa kesempatan banyak musisi dunia mengagumi karya saya. Grup Scorpion, Metallica atau James Ingram adalah beberapa nama yang masih saya ingat, tetap saja saya menganggapnya hanya sebagai karya yang paling mudah membuatnya untuk memenuhi tugas saya sebagai illustrator.


Kalau saya merasa mudah, tentu banyak orang yang akan menganggapnya begitu. Kalau prosesnya mudah tapi hasilnya cukup menarik, tidak mustahil para perupa lain sudah lebih dahulu menekuninya sebelum saya. Perasaan inilah yang membelenggu saya untuk tidak mempublikasikannya secara luas, kecuali untuk pengisi halaman 3 majalah saya. Bahkan perasaan ini nyaris mengkristal ketika seorang teman mengkritik saya sebagai seorang yang berkesenian secara akal-akalan.

Syukurlah, memasuki tahun 2007, beberapa orang kenalan berhasil meyakinkan saya bahwa mereka sampai sekarang masih menyukai dan merasa kangen dengan tampilnya lagi karya yang pada mulanya saya beri nama Foto Marak Berkotak itu. Bahkan ada pemerhati karya saya yang telah lama ingin menemui saya untuk menuntaskan rasa penasarannya pada karya saya. Ya, mereka yang sejak duduk di bangku sekolah menyukai karya saya, telah secara perlahan mencairkan belenggu yang saya ciptakan sendiri.


Puncaknya terjadi pada hari Jum?at 22 juni 2007. Seorang Ketua jurusan DKV Universitas Multimedia Nusantara bernama Gumelar yang hari itu sengaja saya temui, mengatakan bahwa beliau yang sudah melanglang jagad itu baru kali ini melihat karya semacam karya saya. Saya layak melabelkan gaya ini sebagai gaya Wedha, lanjutnya, dan bahkan saya berkewajiban untuk meluaskan gaya saya ini (yang dikatakan sebagai terobosan baru) dalam bentuk buku kepada semua orang, agar ada yang melanjutkan kelak bila saya sudah tiada. Terimakasih saya yang teramat dalam kepada semua pemerhati karya-karya saya, khususnya Ade Darmawan, direktur komunitas Ruang rupa, Meniek, Pak Gumelar, Pak Djoko Hartanto dan rekan kerja saya, Angky Astari.

Karya-karya awal gaya ini sudah didominasi oleh bidang-bidang geometrik yang saya bentuk dengan goresan bebas (free hand stroke) dan menggunakan medium crayon. Pewarnaannya sudah meninggalkan pakem warna kulit manusia, juga dengan stroke bebas. Pembidangan pada karya ini mengikuti intuisi saya pada saat saya mengamati wajah seseorang (biasanya figur-figur terkenal di bidangnya masing-masing), melalui fotonya. Saya berusaha keras menangkap ekspresi figur yang saya hadapi lewat beberapa foto.

Saya buang jauh konsep realisme. Proses ini kental unsur intuisinya. Sosoknya sendiri banyak mengalami deformasi yang saya tafsirkan dengan penyangatan bentuk. Tahap ini berjalan beberapa bulan saja. Sayang di buku ini saya hanya bisa menampilkan dua diantara karya yang telah saya buat. Yang pertama, Freddy Mercury dari Queen, sedang yang kedua, maaf, saya sendiri lupa siapa figur yang saya lukis ini. Tapi masyarakat pembaca masih adem-adem saja menerimanya, mungkin karya dengan gaya ini sudah dianggap biasa karena saya lihat juga gaya ini sudah sering muncul di beberapa majalah terbitan luar negeri. Gambar 1.

Waktu terus berjalan. Ada dorongan bathin untuk lebih menguatkan unsur garis, sesuai dengan kelengkapan sebuah komposisi, ada garis, ada bidang. Intuisi yang mendasarinya masih sama. Dengan medium poster color, garis-garis kuat ini saya terapkan ketika saya melukis wajah David Foster yang ketika itu berkunjung ke majalah kami, dan juga untuk Bob Geldof. Tapi kemudian, saya merasa tampilan gari-garis itu tidak menyatu dengan warna. Dan kalau dihubungkan dengan pewarnaan, terasa tampilan garis itu berlebihan. Warna-warna yang memang sudah berbeda, bila disandingkan otomatis akan membentuk garis pemisah sendiri, walaupun garis pemisah itu imajiner. Inilah sebabnya kenapa tampilnya garis nyata yang tegas terasa belebihan. Gaya dengan garis kuat ini hanya tampil 2 kali.

Saya memasuki perkembangan baru. Kalau dua warna berbeda yang berdampingan sudah bisa menimbulkan garis imajiner, buat apa dibuat garis lagi? Dengan pemikiran ini, saya hilangkan tampilan garis. Tapi untuk lebih menguatkan garis imajiner atau garis pemisahan antar 2 bidang warna, pada karya-karya tahap ini saya sengaja menggunakan penggaris. Jadilah wajah-wajah seorang pelari pemenang medali emas Olympiade dari Kenya (maaf namanya lupa), Jack Nicholson, Whoopie Goldberg, Al Pacino dan seorang lagi yang saya lupa nama dan profesinya. Gambar 3.


Tapi sayangnya, tidak semua orang mengenali wajah keempat figur yang saya buat. Hanya orang-orang tertentu atau mereka yang kebetulan melihat potret aslinya saja yang mengenali siapa yang saya lukis. Ada yang kurang tepat pada konsep tahap ini. Penafsiran saya terhadap ekspresi wajah yang saya lukis mungkin saja berbeda dengan penafsiran sebagian besar masyarakat. Sebagai perupa terapan, saya merasa tidak bahagia kalau karya saya ternyata hanya komunikatif dengan sebagian kecil masyarakat pemirsa.

Pada periode inilah saya memberi nama Foto Marak Berkotak (FMB) untuk gaya ini. Nama itu saya perlukan untuk sekedar membedakan jenis ini dengan jenis-jenis lain yang secara simultan saya lakukan. Ya, saya kira jenis ini agak berbau seni murni.

Cukup lama saya berpikir untuk mencari pemecahan masalah perbedaan persepsi ini. Saya telaah lagi hasil karya saya sendiri. Mungkin Anda setuju kalau saya katakan bahwa secara anatomis, wajah-wajah pada karya saya itu tampak berantakan, walau tidak seberantakan Woman-nya Picasso. Dalam perenungan, wajah yang berantakan ini menjadi topik utama. Berantakannya Picasso adalah sah karena dia seorang fine artist. Tapi bagi saya yang perupa terapan tentu menjadi masalah ketika karya saya berhadapan dengan komunikan.


Kemudian ada pula godaan di dalam untuk bersikap sebagai seniman murni. Masyarakat kenal atau tidak siapa yang saya lukis, suka atau enggak pada gaya yang saya buat, saya nggak peduli. Yang penting saya sudah melampiaskan intuisi saya, selesai. Kalau saya ikuti godaan itu, jelas akan lebih mudah bagi saya untuk berkarya. Tapi akhirnya saya tepis juga godaan itu. Saya pikir kalau saya bersikap seperti itu, apakah saya tidak terlalu egois?

Kembali pada perbedaan persepsi antara saya dan pemirsa karya saya. Inikah masalah yang harus saya pecahkan itu? Kalau iya, apa solusinya? Pertanyaan yang cukup menyulitkan! Waktu itu saya mencoba introspeksi. Mungkin pada penggarapan karya pada tahap ini saya terlalu memanjakan intuisi seni saya sendiri. Pemanjaan intuisi ini saya lakukan pada 2 aspek penting dalam lukisan saya; aspek warna dan aspek penyangatan bentuk (deformasi).

Dari masukan yang saya peroleh, ternyata aspek deformasilah yang membuat karya saya ini berjarak dengan sebagian pemirsanya. Mereka belum bisa menangkap apa yang saya tangkap yang kemudian saya persembahkan di hadapan mereka. Seberantakan apapun posisi atau proporsi masing-masing elemen wajah, saya tetap mengenalinya. Saya tetap menangkap ekspresi Al Pacino atau Jack Nicholson disitu karena memang saya sendiri yang membuatnya begitu. Tapi bagaimana dengan sebagian besar komunikan karya saya?

Sementara aspek pewarnaan yang nyleneh justru mendapat respon positip. Saya sedih karena sebagian pemirsa masih berjarak. Saya ingin semua orang di jagad raya ini, tanpa kecuali bisa menyukai atau paling tidak bisa menerima karya saya ini. Saya membuat karya ini bukan untuk saya simpan sendiri. Saya ingin berbagi. Di sini kepekatan saya sebagai seniman terapan diuji. ?Seni terapan berorientasi pada publik?, di dalam benak saya, kata-kata itu selalu beradu kuat dengan kata ?setiap insan berhak memanjakan intuisi pribadinya?.

Saya tau, saya harus memilih. Tapi masalahnya,yang mana? Demi penerimaan masyarakat yang lebih luas, akhirnya saya memenangkan kata-kata pertama. Saya harus berorientasi pada publik, walaupun dalam batas tertentu saya masih merasa punya hak untuk mendikte publik dengan intuisi pribadi saya.

Walau keputusan sudah saya ambil, tapi masih ada soal lain yang berkaitan dengan dengan hal itu. Pada aspek mana saya harus kompromis dengan publik dan seberapa jauh hal itu bisa saya lakukan?. Pertanyaan yang sama untuk aspek yang harus saya pertahankan.

Pertanyaan ini akhirnya terjawab ketika saya mengingat pengalaman-pengalaman di masa lalu. Ketika kita melukis potret seseorang, tingkat kemiripan tidak tergantung pada warnanya tapi pada bentuk atau proporsi yang secara anatomis benar. Anda pasti akan tetap mengenali wajah seseorang dengan tampilan full color walaupun kemudian mode warnanya Anda ubah menjadi grayscale. Jadi yang bisa saya pertahankan penuh adalah gaya pewarnaan saya. Sedang untuk bentuk/proporsi, saya harus kompromis. Kompromis dalam arti, secara global bentuk wajah, posisi elemen-elemen anggota wajah dan proporsinya harus tetap sama dengan potret aslinya, tapi detail pembidangan tetap di tangan intuisi saya.

Agar secara global bentuk wajah yang saya lukis masih tetap sama, ada 3 pilihan cara yang bisa saya lakukan:

1. Membuat sket langsung sambil memandang fotonya.


2. Menggunakan proyektor untuk memproyeksikan foto yang akan saya lukis pada kanvas atau kertas gambar.

3. Tracing.

Pilihan pertama langsung saya singkirkan. Dalam keadaan mata yang mulai kabur dan fisik yang kurang baik, pilihan ini akan terlalu merepotkan. Pilihan kedua juga kurang bersahabat, karena saya tidak memiliki proyektornya. Apalagi, pada masa itu saya belum mengenal apa itu scanner. Akhirnya pilihan ketigalah yang saya ambil. Pilihan ini paling meringankan buat kerja saya, walaupun terasa beban moral disitu. Terus terang, selama belasan tahun berkarir sebagai ilustrator, menjiplak (tracing) foto adalah pekerjaan yang belum pernah saya lakukan. Apa boleh buat. Dengan kendala yang ada, saya harus melakukannya. Saya bertekad, tracing sih tracing tetapi saya akan melakukan tracing yang tetap bermartabat! Gb. 5.



Tracing bermartabat? Macam mana pula itu? Tracing ini adalah tracing kreatif yang tidak tunduk 100 persen pada apa yang sedang di trace. Pada proses inilah prinsip-prinsip dalam ilmu ukur ruang yang masih saya ingat, berperan kuat.

Beberapa prinsip itu adalah :

? Garis lengkung pada hakikatnya adalah gabungan dari garis lurus pendek dalam jumlah tak terhingga.

? Bidang lengkung pada hakikatnya adalah gabungan bidang-bidang datar dalam jumlah tak terhingga. Gb. 4.



Prinsip-prinsip itu masih ditambah dengan keyakinan intuisi saya bahwa bidang yang terbentuk oleh garis-garis lurus akan tampak lebih kuat dibanding dengan bidang bentukan garis-garis lengkung. Dan sesuatu yang terukur dengan tegas akan berkesan kuat. Jelasnya begini, sejauh itu dimungkinkan saya akan membuat bidang-bidang hasil tracing tadi berdiri tegak (vertical) atau berbaring pasti (horizontal). Andai terdapat kemiringan, kemiringan itu harus terukur tegas, dengan derajat kemiringan 60, 45, 30 atau 15 derajat, tapi tidak 93, 88 atau 5, 4 derajat.


Nah, dengan didasari prinsip-prinsip diatas, dalam karya-karya saya, tidak akan Anda temui garis lengkung atau bidang yang terbentuk oleh garis lengkung. Dan bisa dirasakan dan terlihat, saya paling suka bila pada setiap karya, saya bisa tampilkan bidang-bidang vertical yang berbalas tegas dengan dengan kemiringan bidang lainnya.

Pewarnaan

Sudah sejak lama para pakar warna pendahulu kita menggolongkan warna-warna menjadi golongan warna panas, sejuk dan dingin, atau terang, agak gelap dan gelap. Gambar 6. Penggolongan ini di dasarkan pada fenomena alam yang terjadi di bumi ini. Kita merasakan dan membayangkan bagaimana panasnya lelehan lava pijar dari gunung berapi. Kemudian kita adopsi warna-warna yang ada pada lava pijar itu, jadilah kelompok warna itu golongan warna panas. Demikian pula yang terjadi ketika manusia merasakan dan melihat suasana musim semi, gugur dan musim dingin/salju.


Dengan pendekatan lain, pendahulu kita juga mengelompokkan warna-warna menjadi kelompok warna depan, tengah dan kelompok warna belakang. Pengelompokan ini didasari adanya perbedaan panjang gelombang dan frekuensi getaran dari masing-masing unsur kimia pembentuk warna yang terpantul ke mata kita.



Ada warna depan, warna tengah dan belakang. Perbedaan ini saya kira cukup untuk menimbulkan dimensi. Gambar 7. Dan inilah aturan main yang saya pakai dalam mewarnai setiap karya saya, walaupun penafsiran atas tataran itu bisa berbeda pada setiap karya. Jelasnya, untuk suatu karya saya menganggap kuning sebagai warna depan. Tentu warna tengahnya bisa oranye atau hijau muda sedang untuk warna belakangnya bisa ungu atau coklat. Tetapi di lain waktu warna kuning yang sama saya perlakukan sebagai warna tengah. Tentu saja warna putihlah yang saya anggap sebagai warna depan dan biru atau hijau sebagai warna belakang.

Penafsiran kedudukan warna ini sebenarnya bisa lebih mudah bila kita melakukannya dengan mono colour. Kita tinggal memainkan tint atau shade dari hue yang tunggal. Gambar 8. Saya jarang sekali melakukan cara penafsiran ini, kecuali bila ada muatan ekspresi tertentu yang ingin saya tampilkan. Pada umumnya karya saya marak dengan warna.


Teknologi komputer membuat proses pembuatannya menjadi sedemikian mudah. Bagi yang memahami dan biasa mengoperasikan software Photoshop, Adobe Illustrator, Freehand atau Coreldraw, proses yang merepotkan di atas, akan terasa sangat sederhana. Saya sendiri hanya memanfaatkan tool yang tersedia, Polygonal lasso atau Pen tool dan Paint Bucket. Rasanya tak perlu lagi proses dengan komputer itu kita beberkan di sini. Terlalu mudah.

Dengan pemaparan ini saya sama sekali tidak berharap untuk bisa mengajak semua orang untuk melukis potret dengan cara yang saya lakukan ini. Tidak, kecuali karena tidak berhak, saya juga beranggapan dan percaya bahwa suatu gaya dalam seni rupa itu tidak boleh dan tidak akan mati, berhenti pada gaya tertentu. Yang saya inginkan hanyalah agar gaya saya ini bisa memperkaya khasanah dunia seni rupa dan bias dinikmati oleh semua orang. Kemungkinan lain yang saya bayangkan adalah, dengan mempelajari dan memahami gaya ini, akan terbuka peluang yang luas bagi setiap orang untuk bisa menemukan lagi terobosan-terobosan baru dalam melukis potret khususnya, dan dunia seni rupa pada umumnya. Amien.


Write by : Wedha abdul Rasyid

Perbedaan Corel Draw Dengan Adobe Photoshop

Perbedaan Corel Draw Dengan Adobe Photoshop 





VS






Kedua Software tersebut digunakan untuk desain grafis. Perbedaan intinya, adalah antara perangkat lunak tersebut, adalah di mana teknologi basis mereka. CorelDraw menggunakan teknologi Vektor Base dan Adobe Photoshop menggunakan teknologi dasar Raster.

Teknologi vektor base menyediakan cara untuk menggambar grafis menggunakan angka geometris dan bentuk. Semua pekerjaan dilakukan dengan menggunakan bentuk dan angka. Kita dapat mengubah bentuk. Kita dapat mengedit properti dari bentuk. Sifat-sifat yang dimiliki adalah warna, garis, gaya garis, warna garis dan ketebalan. Kita dapat mengubah ukuran dan memindahkan bentuk mudah. CorelDraw bukanlah perangkat lunak berbasis vektor. Yang lainnya adalah Adobe Illustrator, Macromedia Fireworks, Artis Instan, Artits Cetak dan Freehand Aldus.


Teknologi dasar raster juga disebut pixel base atau teknologi berbasis bitmap. Semua pekerjaan dilakukan di piksel. Kita dapat memilih piksel dengan menggunakan alat khusus. Kita bisa mereformasi gambar. Kita dapat mengedit gambar / foto. Kita dapat mencampur dua gambar. CorelDraw memiliki efek yang berbeda untuk gambar menggunakan plug-in. Perangkat lunak vektor lainnya adalah Corel Photo Paint.

Kedua teknologi tersebut digunakan sesuai dengan kebutuhan. Kadang-kadang kita perlu bekerja dengan teknologi vektor base. Khususnya, ketika kita ingin menggambar kurva dan bentuk kompleks. Dan kadang-kadang kita perlu menggunakan teknologi dasar raster ketika kita perlu untuk bekerja dengan menggunakan foto dan gambar.


Menurut Pendapat Lain :


Adobe Photoshop
Adobe Photoshop adalah software yang dibuat oleh perusahaan Adobe System, yang dikhususkan untuk pengeditan foto atau gambar dan pembuatan effect. Perangkat lunak ini banyak digunakan oleh Fotografer Digital dan perusahaan iklan sehingga dianggap sebagai pemimpin pasar (market leader) untuk perangkat lunak pengolah gambar. Meskipun pada awalnya Photoshop dirancang untuk menyunting gambar untuk cetakan berbasis-kertas, Photoshop yang ada saat ini juga dapat digunakan untuk memproduksi gambar untuk World Wide Web. Beberapa versi terakhir juga menyertakan aplikasi tambahan, Adobe ImageReady, untuk keperluan tersebut.
Photoshop juga memiliki hubungan erat dengan beberapa perangkat lunak penyunting media, animasi, dan authoring buatan Adobe lainnya.

 
Kegunaan Adobe Photoshop
- Untuk penyuntingan foto/gambar dan pembuatan kesan gambar.
- Mengerti dan memahami tentang pembuatan gambar dengan pola texture / pattern menggunakan aplikasi Adobe Photoshop
- Mengetahui kemudahan pembuatan dan kelebihan penggunaan gambar dengan pola texture / pattern ini sehingga dapat menghiasi gambar dengan aneka texture/pattern yang diciptakan.
- Mampu membuat gambar artistik dengan teknik pola texture/pattern yang dapat digunakan pada benda atau objek -objek tertentu seperti tembok, lantai, atap, dan lain lain.
 
Kelebihan Adobe Photoshop
Adobe Photoshop mempunyai banyak fasilitas yang memungkinkan seorang Desainer menciptakan efek-efek tertentu dan bisa menggunakan banyak variasi dari fasilitas yang disediakan oleh Adobe Photoshop, beberapa diantaranya yaitu:
- Membuat tulisan dengan effect tertentu.
Photoshop dapat mengubah bentuk tulisan menjadi lebih kreatif dan inovatif dengan tool effect yang ada didalamnya
- Membuat tekstur dan material yang beragam.
Dengan langkah-langkah tertentu, seorang Desainer dapat membuat gambar misalnya daun, logam, air, dan bermacam gambar lainnya
- Mengedit foto dan gambar yang sudah ada.
Dengan Photoshop kita dapat merubah gambar kita jelek menjadi bagus ataupun sebaliknya. Selain itu juga Photoshop dapat merubah foto seseorang menjadi sebuah gambar kartun. Atau dalamDesign Grafis disebut vector and vexel.
- Memproses materi Web.
Photoshop juga digunakan untuk keperluan web, misalnya: kompresi file gambar agar ukurannya lebih kecil, memotong gambar kecil-kecil (slice), dan membuat web photo gallery. Dengan Adobe Image Ready, gambar yang sudah ada bisa dibuat untuk keperluan web, misalnya menjadi rollover dan animasi GIF.
- Photoshop memiliki kemampuan untuk membaca dan menulis gambar berformat raster dan vektor seperti .png, .gif, .jpeg, dan lain-lain.
Fitur Adobe Photoshop
Meskipun pada awalnya Photoshop dirancang untuk menyunting gambar untuk cetakan berbasis-kertas, Photoshop yang ada saat ini juga dapat digunakan untuk memproduksi gambar untuk World Wide Web. Beberapa versi terakhir juga menyertakan aplikasi tambahan, Adobe ImageReady, untuk keperluan tersebut. Photoshop juga memiliki hubungan erat dengan beberapa perangkat lunak penyunting media, animasi, dan authoring buatan-Adobe lainnya. File format asli Photoshop, .PSD, dapat diekspor ke dan dari Adobe ImageReady. Adobe Illustrator, Adobe Premiere Pro, After Effects dan Adobe Encore DVD untuk membuat DVD profesional, menyediakan penyuntingan gambar non-linear dan layananspecial effect seperti background, tekstur, dan lain-lain untuk keperluan televisi, film, dan situs web. Sebagai contoh, Photoshop CS dapat digunakan untuk membuat menu dan tombol (button) DVD.
Photoshop dapat menerima penggunaan beberapa model warna:
- RGB color model
- Lab color model
- CMYK color model
- Grayscale
- Bitmap
- Duotone
 
Kekurangan Adobe Photoshop
Kekurangan Adobe Photoshop dalam menciptakan Image adalah bahwa Adobe Photoshop hanya bisa digunakan untuk menciptakan Image yang statis, dan juga dengan berkembangnya versi Photoshop sekarang ini spesifikasi Komputer untuk menjalankan program Adobe Photoshop juga harus sudah tinggi dan yang pasti akan diimbangi oleh harga yang tinggi pula.
 
CorelDraw
CorelDraw merupakan salah satu aplikasi pengolah gambar berbasis vector yang banyak dipakai oleh pengguna PC. Karena berbagai kemudahan dan keunggulan yang dimiliki oleh coreldraw, maka coreldraw sering dimanfaatkan untuk desktop publishing, percetakan, dan bidang lain yang memerlukan pemrosesan visual. CorelDraw juga merupakan program berbasis vektor yang digunakan untuk membuat vektor seni. Ini berarti bahwa karya seni yang dibuat dengan menggunakan persamaan matematika.Hal ini memungkinkan Anda untuk memperbesar atau menurunkan gambar tanpa kehilangan integritas apapun dalam desain. Kebanyakan logo diciptakan sebagai format vektor sehingga mereka dapat ditingkatkan untuk menjadi kecil seperti kartu nama atau besar seperti di papan reklame dengan pixilation.
Kelebihan CorelDraw
? exim (export-import) format grafis yang didukung sangat banyak sehingga membantu kompatibilitasnya.
? mempunyai banyak tools dan effect yang memudahkan pembuatan objek vector (garis, lengkung, kotak) terutama dalam mendesain/redesign logo.
? untuk duplikasi objek banyak sekali langkah yang bisa digunakan misalnya dengan menekan tombol ?+? pada keypad, Ctrl+D, Copas, Effect Blend, mirror transform dll.
? font bawaan CorelDraw sangat banyak sehingga mencukupi dalam pembuatan logo dll.
? coreldraw sangat bagus dalam kolaborasi teks dan gambar. Meskipun photoshop juga bisa namun lebih mudah dengan coreldraw.
? Selain itu kelebihan coreldraw yang jarang dimiliki oleh aplikasi desain grafis dan pengolah gambar yang lain adalah dukungan forum dan komunitas coreldraw yang begitu banyak dan beragam.
Kekurangan CorelDraw
? Memakan memori dan resource lain yang sangat besar apalagi bila gambar yang sedang dibuat mempunyai detail yang banyak. Pada PC yang low end penggunaan CDR sering menimbulkan pesan ?crash? pada system bahkan dalam proses effect bevel/emboss dalam PC yang bagus pun dapat timbul ?hang?.
? Besar file yang dibuat membengkak
? Warna yang dicetak tidak akurat (tidak sesuai dengan tampilan layar) pada beberapa jenis printer
? Dalam pembuatan objek table tidak semudah membuat table dalam MS Word. Yaitu dengan cara yang sangat manual
? Apabila ada penggabungan objek vector dan photo/bitmap kualitas cetakannya kurang memuaskan, misalnya membuat cover buku yang terdapat objek text dan photo.
? Kompatibilitas versi CorelDraw banyak kendala dalam sharing ke versi lainnya.
Kesimpulan
Pada dasarnya setiap program desain grafis memilikinkelebihan dan kekurangan masing-masing. Ada pekerjaan yang sangat mudah dikerjakan dengan menggunakan Adobe Photoshp, tetapi sulit dikerjakan dengan CorelDraw dan sebaliknya. Pemilihan terhadap program yang akan dipakai tergantung kepada kebutuhan dan penguasaan pengguan computer. Namun demikian, secara umum semua program desain grafis memiliki cara kerja yang hampir sama, yaitu membuat objek, memanipulasi objek, dan menciptakan objek yang tidak bisa dikerjakan oleh program-program lainnya.

PERBEDAAAN COREL DRAW VERSI X3 DENGAN COREL DRAW VERSI X4

PERBEDAAAN COREL DRAW VERSI X3 DENGAN COREL DRAW VERSI X4

Sebenarnya tidak ada perbedaan yang mencolok antara tampilan Corel Draw X3 dengan Corel Draw X4. Namun untuk lebih memudahkan penggunaan Corel Draw dari versi X3 kge X4, maka dibawah ini ada beberapa perbedaan yang dapat kita bahas antara Aplikasi Corel Draw X3 dengan Corel Draw X4  :
  1. Pada saat loading application program Corel akan dijalankan, icon yang muncul pertama kali pada Corel X3 adalah binatang, sedangkan pada Corel X4 adalah balon udara.
  2. Pada Corel Draw X3 interfacenya masih kurang elegan jika dibandingkan dengan Corel Draw X4. Hal ini dapat dilihat warna tampilannya. Untuk Corel Draw X3 warna pada tampilan lebih berwarna silver gelap, sedangkan pada Corel Draw X4 warna silver terang.
  3. Beberapa tool yang terdapat pada Corel X3, di Corel X4 mengalami peningkatan tampilan dalam segi bentuk icon tool dan warna. Contohnya Smart Fill Tools, Interaktive Blend Tool, Fill Tool, Interactive Fill Tool. Dan pada saat kita menggunakan tool, icon tool  yang sedang kita gunakan (aktif) akan  menyala biru.
  4. Perbedaan lain dari Corel Draw X3 dan X4 adalah posisi palette warna. Pada Corel X3 hanya disediakan satu palette warna yaitu mode CMYK yang ada pada bagian sebelah kiri dengan posisi menurun. Sedangkan pada Corel Draw X4, terdapat 2 palette warna yaitu mode CMYK dan mode RGB. Untuk palette warna CMYK memiliki tempat yang sama dengan tempatnya pada Corel Versi X3, sedangkan untuk warna RGB terdapat pada bagian bawah dengan posisi mendatar. Dan pada kedua versi Corel ini, untuk mengaktifkan mode warna yang lain dapat  dicari melalui tab Option ? palette warna ? pilih palette warna yang di kehendaki.
  5. Dengan perbedaan ini, Corel X4 lebih mempermudah user dalam mengakses mode warna dalam mendesain. Namun dengan bertambahnya palette warna pada  interface menyebabkan tampilan Corel Draw X4 menjadi tidak praktis.
  6. Selain palette warna yang bertambah, tambahan lain pada Corel X4 yang tidak ada pada interface Corel X3 adalah Objek Manager, dimana letaknya sejajar dengan palette warna mode CMYK.
  7. Tidak berbeda dengan interface,  penambahan tool juga telah dilakukan pada Corel Draw X4. Pada Corel Draw X3 tidak terdapat tool yang dapat menciptakan tabel secara otomatis. Namun pada Corel Draw X4 telah ditambahkan tool baru yang berfungsi untuk menciptakan table yaitu Tabel Tool.
  8. Selain perbedaan dari segi tampilan, antara Corel Draw X3 dan X4 juga terdapat beberapa fitur berbeda yang siap digunakan dalam pembuatan desain. Antara lain : Fitur pembuatan kalender otomatis, dan  Fitur Konversi teks ke dalam tabel.

Logo Corel Draw X3

Logo Colel Draw X4
by :